Bagaimana Karakter Agresi, Prososial, Pengaturan Diri, Tumbuh dan Berkembang Pada Anak


AGRESI
            Perilaku agressi merupakan sikap ingin menyakiti atau membahayakan seperti menendang, memukul, menggigit, atau berkelahi.  Menurut Banduura perilaku agressi dibentuk karena pengondisian operan.
            Anak anak belajar mengekspresikan agresi dari lingkungannya.  Berdasarkan penelitian Banduura,  muncul atau tidaknya perilaku agresi pada anak sangat dipengaruhi oleh hukuman dan penghargaan dari model lingkungan sosialnya.  Orang tua atau lingkungan akan menghargai anak bila dapat mengekspresikan agressi dengan cara yang benar. Demikian juga sebaliknya akan menghukum anak jika agressi dilakukan dengan cara yang tidak benar atau tidak diterima dalam lingkungan sosial.  Dengan demikian anak akan melihat bahwa adanya kaitan antara agresi dan hukuman atau penghargaan.
            Agresi tidak hanya dipengaruhi oleh keluarga, tetapi juga oleh televisi, teman sebaya, guru, dan faktor situasional.      Model yang ada dilingkungan anak dapat menjadi memicu tumbuhnya perilaku agresi.  Anak-anak yang melihat model agresi pada televisi mungkin akan merasa tertarik untuk melakukan hal yang sama.  Namun ada juga model yang menjadi penghambat tumbuhnya perilaku agresi.  Misalnya seorang anak yang melihat temannya mendapat hukuman karena perilaku agresinya, akan berpikir untuk tidak melakukan hal yang serupa. 
            Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas sebaiknya orang tua memberikan contoh atau model yang dapat menghambat tumbuhnya perilaku agresi.  Orang tua dapat memberikan contoh kepada anak tentang akibat dari perilaku tersebut.  Orang tua juga dapat membacakan cerita-cerita yang berkaitan dengan pandangan lingkungan sosial tentang keburukan perilaku agresi.  Selanjutnya orang tua perlu bersikap tegas dalam menyikapi kecendrungan anak untuk berperilaku agresi.  Hukuman dianggap efektif dalam mengontrol perilaku tersebut.  Namun hukuman berupa hukuman badan, justru malah mengorbankannya.  Pada kenyataannya anak yang terlalu sering menerima hukuman badan, sikap agresinya cenderung semakin menjadi-jadi. Baik orang tua maupun guru sebaiknya juga mengajarkan kepada anak bagaimana cara menyelesaikan konflik tanpa melakukan agresi.  Selain itu yang tidak kalah pentingnya, sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih tayangan televisi.


PRO-SOSIAL
            Menurut Crain (2007) tingkah laku prososial seperti berbagi sangat dipengaruhi oleh model yang ada di lingkungan anak.  Anak yang sering menyaksikan model perilaku sosial akan cendrung untuk menirunya.
            Anak belajar melalui praktek dan pengajaran dari model yang ada di sekitarnya. Anak-anak juga belajar dari pengajaran kebajikan yang ditanamkan kepada mereka.  Pengajaran pada anak-anak lewat perkataan tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan pada anak dibandingkan dengan model yang dapat dilihat secara langsung.  Dalam hal ini sikap yang terkait dengan prososial orang tua dan lingkungan sekitar lebih berperan dari hanya sekedar nasehat.
            Perilaku prososial pada anak berkembang dari persepsi anak pada saat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.  Untuk itu orang tua atau guru harus menekankan interaksi yang bersifat positif dengan berbagai strategi.  Misalnya dengan menanamkan sikap koperatif pada anak dari pada sikap bersaing.  Begitu juga dengan permainan, permainan yang koperatif akan merangsang tumbuhnya sikap prososial anak. 


PENGATURAN DIRI
            Pengaturan diri merupakan sikap dan perilaku yang tidak lagi diatur oleh penghargaan dan hukuman eksternal.  Sikap pengaturan diri berkembang dengan adanya standard dari dalam diri sendiri.  Dalam hal ini seseorang akan mengevaluasi dan mengkritik dan mengkritik diri sendiri. 
            Sikap ini dapat berawal dari sikap orang tua dalam menerapkan standard-standard pada anaknya, kemudian anak akan melanjutkan menerapkan sikap itu pada dirinya sendiri. Hal lain yang mempengaruhi perilaku ini adalah model dari lingkungan sekitarnya.  Apabila anak melihat model penghargaan pada diri sendiri yang terjadi disekitarnya, anak cendrung melakukan hal yang sama.  Anak-anak yang tidak menemukan model tersebut tidak akan menerapkan proses yang sama pada diri mereka.   Model yang paling efektif ditiru oleh oleh anak adalah model dari teman sebaya. Banduura menyatakan bahwa anak-anak cendrung mengadopsi standard nilai dari teman-temannya.
            Orang tua dapat mengembangkan standard penilaian terhadap diri sendiri dengan memberikan contoh-contoh yang nyata.  Misalnya dengan membacakan cerita tentang tokoh-tokoh seperti ilmuwan dan atlit terkenal. 
KEMAMPUAN DIRI

            Penaksiran atas kemampuan diri berkembang dari  pengobservasian dan pengevaluasian terhadap diri sendiri.   Seseorang dapat menilai performanya dengan mengevaluasi dirinya.  Penaksiran kemampuan diri berpengaruh terhadap motivasi seseorang dalam melakukan sesuatu.  Selanjutnya anak yang percaya akan kemampuannya memperlihatkan keunggulan dalam menyelesaikan tugas.
            Menurut Banduura (dalam Crain, 2007) keyakinan akan kemampuan berkembang karena beberapa faktor:
  • Performa aktual yang terjadi
  • Pengalaman melalui pengamatan (vicarious experiences)
  • Persuasive verbal
  • Isyarat fisiologis
            Kepercayaan atas kemampuan diri dapat dipengaruhi oleh keberhasilan dalam mengerjakan suatu tugas.  Apabila keberhasilan itu terjadi secara berulang-ulang maka akan tumbuh kepercayaan kemampuan diri.  Sebaliknya kegagalan yang berulang akan membuat merosotnya perasaan kemampuan diri pada anak.
            Anak juga mengembangkan kemampuan dirinya dengan melihat pengamatan dari lingkungannya.  Jika anak sering melihat keberhasilan orang di sekitar, maka rasa kemampuannya akan tumbuh.   Dorongan secara verbal (persuasif verbal) juga memberikan pengaruh pada anak.  Anak yang mendapat dorongan secara verbal akan meningkatkan kepercayaan dirinya.  Hal lain yang mempengaruhi adalah tanda-tanda fisiologis tubuh.  Misalnya rasa lelah bisa diartikan sebagai tanda kesulitan untuk menampilkan yang terbaik.  
            Oleh sebab itu orang tua atau guru perlu hati-hati untuk memberikan agar tugas yang diberikan sesuai dengan kemampuan.  Sejalan dengan itu anak perlu diberi dorongan secara verbal.  Orang tua atau guru juga harus jeli melihat apakah kondisi fisik tertentu pada anak mempengaruhi keayakinan anak akan kemampuannya.


SUMBER :  Crain, W. 2007. 

0 comments:

Post a Comment